Selasa, 07 Juni 2016

Ketentuan THR bagi Karyawan tetap yang Mengundurkan Diri (Resign)

Pertanyaan :
Bagaimana mengenai pembayaran THR bagi karyawan tetap yang telah bekerja selama lebih dari 1 tahun kemudian mengundurkan diri 10 hari sebelum hari raya. Apakah Anda berhak memperoleh THR dengan jumlah 1 bulan gaji penuh atau proporsional?

Jawaban :
Masa kerja Anda sudah lebih dari 12 bulan. Selain itu, pengunduran diri Anda yang dilakukan 10 hari sebelum hari raya keagamaan masih berada dalam jangka waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan THR. Oleh karena itu, Anda berhak menerima THR sebesar satu bulan upah.

Ulasan :

Dasar Pemberian THR

Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR Keagamaan”) adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.

[1] Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.

[2] Anda mengatakan bahwa Anda telah bekerja di perusahaan tersebut selama selama lebih dari 1 (satu) tahun. Dengan demikian, Anda sebagai pekerja memang berhak mendapatkan THR.


Untuk mengetahui besaran THR yang berhak Anda dapatkan, maka kita berpedoman pada Pasal 3 Permenaker 6/2016:

(1) Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;

b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12

(2) Upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah:

a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.

(3) Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:

a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan

b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja

Anda mengatakan bahwa Anda sudah bekerja lebih dari satu tahun, artinya masa kerja Anda sudah lebih dari 12 bulan. Menjawab pertanyaan Anda, besarnya THR yang Anda terima adalah penuh sebesar satu bulan upah.

THR Bagi Karyawan yang Resign

Kemudian bagaimana dengan ketentuan pembayaran THR jika pekerja berniat resign (mengundurkan diri) 10 hari sebelum hari raya. Untuk menjawab ini, kami mengacu pada Pasal 7 ayat (1) Permenaker 6/2016:

Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.”

THR Keagamaan berlaku untuk tahun berjalan pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha.[3] Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.[4]

Anda mengatakan Anda mengundurkan diri 10 hari sebelum hari raya. Jika pemutusan hubungan kerja tersebut setidaknya terjadi masih dalam waktu 30 hari sebelum hari raya keagamaan, Anda masih berhak atas THR. Ini berarti Anda berhak atas THR sebesar satu bulan upah.

Demikian, dan semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
[1] Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”)
[2] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
[3] Pasal 7 ayat (2) Permenaker 6/2016
[4] Pasal 7 ayat (3) Permenaker 6/2016



Regards,
AS

Rabu, 01 Juni 2016

Konsep Dasar Advokasi Ketenagakerjaan

Definisi

Advokasi secara bahasa artinya yaitu sokongan pendampingan, anjuran, pembelaan.
Dalam ketenagakerjaan, advokasi adalah suatu kegiatan atau serangkaian tindakan yang berupa anjuran, pendampingan, pernyataan maupun pembelaan yang dilakukan terhadap pekerja/anggota atau organisasi terhadap suatu kondisi/permasalahan tertentu.

Jenis Advokasi:
  • Litigasi, yaitu segala bentuk advokasi dalam acara persidangan di pengadilan
  • Non Litigasi, yaitu segala bentuk advokasi di luar acara persidangan pengadilan
Fungsi Advokasi :
  • Memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
  • Memberikan bantuan hukum secara langsung kepada anggota yang memerlukan dalam perselisihan hubungan industrial.
  • Selaku kuasa/wakil dari pekerja atau anggota serikat pekerja di Lembaga Sengketa Hubungan Industrial
  • Mengadakan penyuluhan dan pelatihan serta memberikan informasi di bidang hukum
  • Mengawasi pelaksanaan peraturan dibidang ketenagakerjaan dan implementasinya dalam setiap kebijakan manajemen
  • Menerima keluhan dan pengaduan anggota SP/pekerja dan menindaklanjutinya
  • Memberikan saran-saran dan pendapat hukum/legal opinion terhadap organisasi

Ruang Lingkup Advokasi Ketenagakerjaan
  • Perselisihan Hak
  • Perselisihan Kepentingan
  • Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
  • Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Dasar Hukum Advokasi:
  • Undang-Undang No.22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan : Pasal 1 poin c
  • Undang-Undang No.12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta : Pasal 2
  • Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh
    • Bab II Asas, Sifat dan Tujuan, pasal 4,Ayat (1) ,(2)
    • Bab VI Hak dan Kewajiban Pasal 25,Ayat (1)
    • Bab VI pasal 27
  • Undang-Undang No.9 Tahun 1969 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk usaha negara menjadi undang-undang : Penjelasan Pasal 3 ayat (3)
  • PP No.12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) : Pasal 38
  • Kepmenaker No. Kep.15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan PHK di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan : Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 poin b
  • Kepmenaker No. Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan : Pasal 10 Ayat (1) dan (2)
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenaga- kerjaan : 
    • Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (6)(17)(18)(22), Bab XI Hubungan Industrial bagian Kesatu Umum pasal 102 ayat (2) Pasal 103 dan Pasal 136 ayat (1)(2)
    • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial: Bab I pasal 1 ayat (1)(2)(3)(4)(5)&(7) , Pasal 87
Kualifikasi :
  • Menguasai ilmu hukum (dasar)
  • Menguasai hukum perburuhan
  • Menguasai tehnik dan strategi, serta ketrampilan dasar advokasi
  • Memiliki keberanian, kejujuran dan fighting spirit yang kuat
  • Mampu mengendalikan emosi diri, klien, lawan dan orang-orang yang terlibat dalam permasalahan
  • Kreatif, ulet, dan tahan uji
  • Memiliki kemampuan retorika
  • Memiliki kemampuan diplomasi tinggi, inovatif, dan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking)
  • Memiliki independensi

Langkah Penanganan
  • Menerima laporan awal, Gunakan metode (5W + H): What (apa), When (kapan), Where (dimana), Who (siapa), Why (mengapa), dan How (bagaimana)
  • Mencari fakta/bukti dengan meminta dan kumpulkan bukti – bukti yang ada
  • Melakukan penelitian, meliputi: peraturan perundang – undangan, peraturan lainya (PP/PKB), kepustakaan/literature
  • Membuat catatan dan analisa sistematis, rinci,dan fokus
  • Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak terkait antara lain : dengan pengurus SP, dengan federasi/perangkat organisasi, dan pihak lain
  • Membuat perencanaan(strategi) yang mencakup : prosedur, implikasi/dampak, sasaran/tuntutan, konsekwensi & kemungkinan, investigasi, yurisprudensi dan negosiasi
  • Mewakili pekerja/anggota dengan mempersiapkan antara lain: surat kuasa dan seluruh bahan/bukti

Langkah Lanjutan
  • Langkah Litigasi 
    • Tempuh prosedur sesuai UU No.2/2004 ttg PHI
  • Langkah Non Litigasi
    • Bangun Aksi/Tekanan Publik
    • Siapkan konsep alternatif
    • Pengaruhi Pendapat Publik
    • Pengaruhi Pembuat/Pelaksana Kebijakan

Sumber :
Materi Pelatihan Advokasi oleh Indonesian Labour Fund (ILF)

Selasa, 17 Mei 2016

Hal-Hal Penting tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh

yang Perlu Anda Ketahui tentang Serikat pekerja (SP)/ serikat buruh (SB) kadang bahkan sering tidak dikehendaki oleh Menejemen atau pemilik perusahaaan. Kesan negatif lebih sering muncul atas kehadirannya. 

SP/SB ibarat musuh dalam selimut. Pemimpin atau pemilik perusahaan kuatir bila SP/SB melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. Para anggota SP/SB misalnya bisa melakukan aksi mogok dan aksi mogok ini diizinkan oleh undang-undang. Aksi ini bisa berdampak negatif; produksi perusahaan bisa berhenti bahkan bisa sampai gulung tikar. 

Kekuatiran pemimpin dan pemilik perusahaaan kadang ada benarnya. Tidak ada jaminan bahwa SP/SB bisa menjadi mitra Menejemen untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan. Namun demikian, Anda perlu mengetahui beberapa hal penting tentang SP/SB.
  • Pertama, kehadiran SP/SB di perusahaan dilindungi oleh undang-undang. 
Hal ini telah diatur dalam undang-undang. Pasal 5, UU No. 21/2000 menyebutkan:


Setiap pekerja /buruh berhak membentuk dan menjadi anggota SP/SB.
SP/SB buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Jadi, SP/SB bukanlah serikat yang terlarang.
  • Kedua, tidak perlu takut membentuk SP/SB. Banyak orang takut mendirikan SP/SB, apalagi menjadi pengurus.
Takut kalau perusahaan akan menekan pekerja atau buruh. Itu tidak sepatutnya terjadi.
Undang-undang melindungi pekerja dari ancaman-ancaman demikian.
Pasal 28, UU No. 21/2000 berbunyi, "Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja /serikat buruh dengan cara:
  • melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
  • tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
  • melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
  • melakukan kampanye anti pembentukan SP/SB.
Jadi, pekerja/buruh tidak perlu takut. Perusahaan Anda akan didenda bila Anda sampai ditekan atau dipecat karena Anda menjadi anggota atau menjadi pengurus SP/SB bahkan ancaman demikian dianggap sebagai tindakan pidana.

Pasal 43, UU No. 21/2000 menyebutkan, Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
  • Ketiga, pelajarilah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serikat pekerja serikat buruh.
Anda perlu berhati-hati sebelum menjadi anggota SP/SB. Pelajarilah apa tujuan SP/SB; apakah tujuannya berbeda atau berlawanan dengan Pancasila dan UUD 1945 atau berlawanan dengan undang-undang.

Anda tentu tidak mau menjadi anggota SP/SB, yang tujuannya tidak jelas atau para pengurus atau pendiri SP/SB menyimpan agenda tersembunyi.
Pasal 2, UU No. 21/2000 menyebutkan, SP/SB, federasi dan konfederasi SP/SB menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SP atau SB, federasi dan konfederasi SP/SB mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

  • Keempat, pelajarilah bagaimana keputusan di kepengurusan serikat pekerja serikat buruh diambil.
Ini penting sebab ada kemungkinan para pengurus SP/SB mengambil keputusan untuk kepentingan segelintir orang, bukan karena prinsip keadilan dan kejujuran. SP/SB yang relatif bagus adalah bila keputusan diambil oleh sejumlah orang, yang mewakili semua bagian dari perusahaan dengan menggunakan prinsip keadilan dan kejujuran; keputusan bukan diambil oleh ketua atau satu atau dua orang pengurus.

  • Kelima, perhatikanlah apakah orang-orang yang duduk dalam pengurus serikat pekerja / serikat buruh adalah orang-orang bisa dipercaya.
Anda perlu memperhatikan integritas orang yang duduk dalam pengurus atau orang-orang 
pengambil keputusan dalam SP/SB. Perlu diingat bahwa kehadiran SP/SB adalah untuk menjadi mitra bagi Menejemen untuk mengelola dan mengembangkan perusahaan.

Berusahalah agar yang duduk di kepengurusan adalah orang-orang yang mengerti persoalan perusahaan dan karyawan dan memiliki integritas yang baik. Bila Anda mempunyai integritas yang baik, majulah menjadi pengurus. Bila ada orang lain yang lebih baik dari Anda, ajukanlah dia untuk menjadi pengurus. Hanya di tangan orang yang jujur sebuah SP/SB bisa memberikan dampak yang positif bagi perusahaan.

  • Keenam, SP/SB adalah mitra perusahaan untuk membuat perjanjian kerja bersama (PKB).
Bila SP/SB mempunyai anggota lebih dari 51% dari jumlah karyawan, SP/SB tersebut akan 
menjadi perwakilan karyawan untuk membuat perjanjian kerja bersama dengan perusahaan.

Aspirasi karyawan bisa tertampung dalam perjanjian kerja bersama melalui kehadiran SP/SB. UU No. 13/2003, Pasal 119, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja /serikat buruh, maka SP/SB tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan."

  • Ketujuh, SP/SB merupakan salah satu wadah melatih diri untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Dengan menjadi anggota dan aktif mengikuti kegiatan SP/SB, Anda melatih diri menjadi warga yang peduli akan sesama karyawan, memahami persoalan-persoalan dalam dunia kerja dan belajar memberikan solusi.

Dengan kata lain, Anda melatih kepekaan dan kepedulian Anda terhadap persoalan karyawan sekalipun hal itu belum terjadi pada diri Anda. Bila kepekaan dan kepedulian seperti ini terus ditanamkan dalam diri Anda, ada kemungkinan Anda akan peka dan peduli juga dengan lingkungan Anda. Bila Anda peka dan peduli dengan lingkungan Anda, kemungkinan Anda peka dan peduli juga dengan masyarakat dan bangsa.

Renungan:
  • Apakah SP/SB hadir di perusahaan Anda? Apa kesan Anda terhadap SP/SB itu
  • Bila ada kesan negatif tentang SP/SB, buanglah kesan itu. Ikutlah menjadi anggota SP/SB yang ada di perusahaan tempat Anda bekerja

Undang-Undang Serikat Pekerja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-Undang Tenaga Kerja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN